Senin, 26 September 2016

Keutamaan Shadaqah

Kisah Sang Putri Abu Bakar r.a.

Pada suatu hari, Aisyah r.ha. dihadiahi dua karung uang dirham penuh. Keduanya kurang lebih berisi 100.000,- dirham. Kemudian Aisyah r.ha. meminta beberapa kantung dan mengisinya dengan dirham tersebut. Lalu ia membagi-bagikannya dari pagi sampa sore hari hingga tidak tersisa sedirham-pun. Padahal hari itu Aisyah r.ha. sedang berpuasa. Saat berbuka, ia berkata kepada pelayannya, “Hidangkanlah makanan untuk berbuka”. Pelayannya menghidangkan sekerat roti dan minyak zaitun, lalu berkata, “Alangkah baiknya seandainya kita memiliki satu dirham untuk membeli daging, sehingga hari ini kita berbuka puasa dengan daging”. Aisyah r.ha, berkata, “Mengapa baru engkau katakan sekarang, bukan sebelumnya? Tentu aku dapat memberimu”. (Tadzkirah).

Sumber: Himpunan Fadhilah Amal- Maulana Muhammad Zakariyyah A.
Amanat

Pada zaman sekarang, peristiwa seperti itu sudah jarang terjadi. Bahkan seringkali kita meragukan kebenaran kisah seperti itu. Padahal pada masa itu kisah-kisah yang demikian tidak terjadi hanya pada Aisyah r.ha., namun merupakan kejadian yang umum dan diketahui oleh banyak sahabat. Jadi hal ini bukan merupakan hal yang aneh.

Sungguh mulia perbuatan Aisyah r.ha. Sebagaimana sahabat-sahabat yang lain, Aisyah r.ha. juga enggan untuk menyiakan keutamaan dalam bersedekah , seperti sabda Rasulullah SAW, yang artinya:

 “Bentengilah hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit (dari kalanganmu) dengan bersodaqoh dan persiapkan doa untuk menghadapi datangnya bencana. (HR. Ath-Thabrani) 

   Urwah r.a berkata, “Pada suatu hari, kulihat Aisyah menyedekahkan uang 70.000,- dirham, sedang pakaiannya sendiri bertambal-tambal”. (Thabaqat)

Minggu, 25 September 2016

Pentingnya Menuntut Ilmu

Bismillahirahmanir Rahim,..

Allah SWT berfirman dalm QS. Al-Mujadalah (58): 11,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ             

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah (58):11)

Sebagaimana telah disebutkan dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11, Allah memulikan orang-orang berilmu dengan menaikan derajat mereka. Banyak ayat maupun hadist lain yang menerangkan tentang kemuliaan yang diberikan pada orang-orang yang menuntut ilmu, seperti sabda Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu” (HR. Thabrani).

Ilmu merupakan kunci untuk mendapatkan kemuliaan dunia maupun akhirat. Dengan ilmu maka akan terbuka jalan untuk mencari solusi atas masalah yang menghampiri. Kita sebagai generasi penerus umat, harus membangun islam. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas diri dengan terus mempelajari ilmu baik melalui pendidikan formal maupun melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Dengan meningkatkan kualitas para pemuda islam maka akan meningkat pula kualitas umat ini. 

Selain itu keutamaan para penuntut ilmu juga diutarakan Rasulullah SAW melalui sabda Beliau yang artinya, “Barangsiapa menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan tunjukkan baginya salah satu jalan dari jalan-jalan menuju ke surga. Sesungguhnya malaikat meletakan syap-sayap mereka sebagai bentuk keridhaan terhadap penuntut ilmu.Sesungguhnya semua yang ada di langit dan di bumi meminta ampun untuk seorang yang berilmu sampai ikan yang ada di air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan ahli ibadah sebagaimana keutamaan bulan purnama terhadap semua bintang. Dan sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris para Nabi, dan sesungguhnya mereka tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil bagian ilmu maka sungguh dia telah mengambil bagian yang berharga.”

  Dewasa ini, islam terpuruk karena beberapa kesalahan pahaman dan fitnah-fitnah yang merajalela. Oleh karena itu, kita harus mampu menangkis semua permasalahan modern ini dengan kiat dan cara yang tepat agar bisa tuntas tersesaikan dan mengembalikan harum nama Islam. Semoga Allah SWT memberikan kita kemudahan untuk menuntut ilmu. 


Kisah Ikrimah r.a



Kisah Ibnu Abbas R.huma Merantai Hamba Sahayanya

          Sebelumnya Ikrimah rah.a. adalah hamba sahaya milik Abdullah bin Abbas r.a. kemudian, ia menjadi seorang ulama yang terkenal. Ia bercerita, “ketika tuanku Abdullah bin Abbas mengajariku Al-Qur’an, hadist, dan syariat agama ia merantai kakiku agar aku tidak pergi kemana-mana. Dialah yang mengajari AlQur’an dan hadist kepadaku”. (Bukhari)

(Sumber: Himpunan Fadhilah Amal- Maulana Muhammad Zakariyya)


Amanat

Anak-anak cenderung lebih suka mengabiskan waktu untuk bermain, jalan-jalan ataupun hal sejenis daripada mempelajari pengetahuan, terlebih agama. Dewasa ini, pengertian tentang pentingnya agama tak lagi diindahkan oleh generasi muda, membuat mereka cenderung memiliki kehidupan yang kurang bermanfaat dan menjerumus pada hedonisme yang menyebabkan kebutaan pada hal-hal mendasar pada agama yang mereka anut, Islam. Berdasarkan kisah di atas, perlu sebuah paksaan pada mulanya untuk membuat anak mempelajari agama. Namun, hal ini tidak boleh melewati batas seperti kekerasan, agar tidak menimbulkan trauma bagi anak yang bersangkutan.

Pada akhirnya, orang-orang yang memiliki ilmulah yang akan menempati posisi-posisi yang prestisius dan dihormati. Sebagaimana janji Allah untuk mengangkat derajat orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Sebagaimana firma-Nya dalam surah Al-Mujadalah [58] ayat 11:

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ


Birrul Walidain




Bismillahirahmani Rahim,..

Generasi Islam yang semoga di berkahi oleh Allah, kita sebagai anak telah diwajibkan untuk berbakti kepada kedua orang tua kita. Meskipun telah beranjak dewasa, bukan berarti gugur sudah kewajibkan kita untuk mengabdikan diri pada mereka. Tak akan pernah terbayar jasa mereka jika dihitung dengan limpahan harta. Oleh karna itu dalam Q.S. al-Israa’ ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Q.S. Al-Israa’ : 23-24]
Berbuat baik pada orang tua tidak terbatas hanya pada memberi tunjangan materi pada mereka, seperti presepsi segelintir orang diantara kita. Namun, setidaknya kita dapat selalu taat kepada kedua orang tua, selama tidak untuk maksiat kepada Alloh SWT, menjaga nama baik, kehormatan, harta orang tua, senantiasa bersegera, jika orang tua memanggil. Selain itu kita harus menghormati sanak kerabat & kawan-kawan orang tua sebagaimana Firman-Nya dalam Q.S. Surat An-Nisaa’ ayat 36:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [Q.S. An-Nisaa’ : 36].
Ada banyak cara untuk berbakti kepada mereka dan mendapat ridho-nya  seperti , melakukan hal-hal yg dapat meringankan tugas orang tua, meskipun tanpa perintahnya, bersikap lemah lembut, jangan bermuka masam dihadapan orang tua. Begitu penting ridho orang tua dalam kehidupan kita sehari-sehari sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

 Dari Abdullah bin ’Amru radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hasan. at-Tirmidzi : 1899,  HR. al-Hakim : 7249, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir : 14368, al-Bazzar : 2394).
Generasi Islam yang semoga senantia berada dilindungan Allah. Mari kita mendekatkan diri pada-Nya, salah satunya dengan berbakti pada kedua orang tua. Semoga kita selalu mendapat ridho-Nya. Aamin. 


Semangat Bersaing Pemuda Islam


Kisah Persaingan antara Rafi’ dan Ibnu Jundub R.huma

          Biasanya apabila Nabi SAW mengirimkan pasukan untuk berperang, Beliau akan mengiringi pasukan sampai keluar Madinnah sambil meneliti segala keperluan mereka dan memperbaikinya jika ada kekurangan. Beliau juga akan memulangkan anak-anak yang ikut didalam pasukan. Anak-anak itu berusaha mengikuti pasukan karena semangat mereka. Demikian juga dalam perang Uhud, Nabi SAW menyertai pasukan dan mengembalikan anak-anak karena mereka masih terlalu kecil. Diantaranya adalah Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsabit, Usamah bin Zaid bin Arqam, Barra bin ‘Azib, Amr bin Hazm, Usaid bin Dhuqair, Urabah bin Aus, Abu Sa’id Al-Khudri, Samurah bin Jundub dan Rafi’ bin Khudaij r.hum. Rata-rata anak-anak itu masih berusia 13 atau 14 tahun, ketika disuruh kembali, Khudaij r.a membela Rafi’ dengan berkata kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, anakku Rafi’  telah mahir dalam memanah”. Rafi’ r.a. sendiri karena semangatnya untuk ikut tempur, ia menjinjitkan kakinya agar terlihat lebih tinggi. Akhirnya Nabi SAW mengijinkan Rafi’ r.a. ikut serta melihat hal itu maka Samurah bin Jundub r.a. berkata kapada ayah tirinya, Murah bin Sinan r.a., “Rafi’ diperbolehkan ikut, sedangkan aku dilarang ikut, padahal aku lebih kuat daripadanya. Jika ditandingkan denganku, pasti aku dapat mengalahkanya”. Akhirnya keduanya ditandingkan oleh Nabi SAW. Ternyata Rafii r.a. memang dapat dikalahkan oleh Samurah r.a. Akhirnya Samurah r.a. pun diijinkan ikut berperang. Semua anak-anakpun akhirnya meminta ijinkepada Nabi SAW untuk ikut serta. Sebagian diantara mereka ada yang diijinkan oleh Nabi SAW.

Ketika malam tiba, Rasullullah SAW mengatur penjaga malam, Beliau memilih kira-kira 50 Orang untuk mejaga seluruh pasukan. Banyak diantara mereka menyediakan diri untuk berjaga malam, kemudian Nabi SAW bersabda, “Siapakah diantara kalian yang bersedia menjagaku?”. Seorang sahabat berdiri, Ia ditanya oleh Beliau, “Siapa namamu?” jawabannya, “Namaku Zaqwan”. Sabda Nabi SAW, “Baik duduklah”. Kemudian Beliau bersabda lagi, “Siapa yang bersedia menjagaku malam ini?”, maka berdirilah seorang sahabat dan ditanya namanya oleh Nabi SAW, jawabnya, “Namaku Abu Saba”, Nabi SAW berkata, “Baik, duduklah”. Lalu beliau bertanya, “Siapa yang bersedia lagi menjagaku?”, lalu berdiri seorang sahabat lagi dan ditanya namanya oleh Nabi SAW, “Namaku Ibnu Abdil Qais”. Nabi SAW besabda, “Baik duduklah kamu”. Kemudian Nabi SAW bersabda, “Hendaknyak ketiga orang berdiri tadi, kemari”. Tetapi yang mau kepada Nabi SAW hanya satu orang. Beliau bertanya, “Kemana dua orang temanmu tadi””. Jawab sahabat itu, “Ya Rasulullah, aku sendiri yang berdiri tiga kali itu”. Ia lalu didoakan oleh Nabi SAW dan diperintahkan untuk menjaga Beliau, dan satu malam penuh dia menjaga kemah Rasulullah SAW. (Khamis)
(Sumber: Himpunan Fadhilah Amal-Maulana Muhammad Zakariyya)

Amanat

Bahwa Rasulullah bersabda: “Bagi orang yang mati syahid disisi Allah mendapatkan enam keutamaan: diampuni dosanya saat pertama kali darahnya mengalir, dan ditunjukkan tempatnya di Surga, diselamatkan dari siksa kubur dan diamankan dari guncangan kubur, dan dihias-hiasi dengan perhiasan iman, dan dinikahkan dengan bidadari yang cantik jelita, dapat mensyafaati tujuh puluh orang keluarganya”.(HR.Ibnu Majah)

Semangat juang yang tinggi membuat para sahabat berebut untuk turut ambil bagian dalam peperangan, mereka tak mau menyiakan kesempatan berjihad yang ada didepan mata. Hal inipun berlaku bagi para sahabat yang masih kanak-kanak, mereka melakukan segala usaha agar mendapat ijin dari Rasulullah SAW untuk bergabung dengan pasukan muslim.

Sebelumnya, Rafi’ bin Khudaij r.huma sudah meminta ijin untuk bergabung dengan perang sebelumnya (Perang Badar), namun ia tidak diijinkan karena terlalu kecil. Selanjutnya, Rafi’ r.a. selalu menyertain berbagai pertempuran lainnya. Dalam perang Uhud dadanya terkena anak panah. Ketika ditarik keluar, ada sedikit bagian yang tertinggal di dadanya sehingga menyebabkan luka di tubuhnya. Kemudian, luka itukambuh kemali pada masa tuanya dan ia meninggal dunia karena luka ini. (Usudul-Ghabah)

Zaid r.a Sang Penghafal Al-Qur'an



Kisah Zaid bin Tsabit R.a Menghafal Al-Qura’n
Zaid bin Tsabit adalah seorang sahabat yang terkenal. Pada masanya ia termaksud salah satu kalangan alim ulama dan mufti. Secara khusus, ia sangat menguasai ilmu waris. Ia juga termaksud ulama ahli fatwa faraat dan qiraat di Madinah Munawwarah. Ketika nabi saw hijrah ke Madinah, ia masih seorang anak berusia 11 tahun. Ia sangat ingin menyertai pertempuran yang pertama, yaitu perang Badar, namun ketika itu ia belum diijinkan karena masih kecil. Ia telah menjadi yatim pada usia 6 tahun, lima tahun sebelum hijrah. Ketika Nabi tiba di Madinnah untuk berhijrah, orang-orang berdatangan mengambil berkah dan berkhidmat kepada Beliau. Mereka juga membawa anak-anak mereka ke majelis tersebut untuk mendapat keberkahan, termaksud Zaid r.a. yang masih kecil.
                Zaid bercerita, “ketika aku dibawa ke majelis Rasulullah SAW, aku di perkenalkan, “ini anak kabilah Banu Najar. Sebelum engkau ke Madinah, ia sudah menghafal al-qur’an tujuh belas surat. Lalu Nabi mengujiku dengan menyuruhku membaca surat-surat Al-Qur’an tersebut. Maka aku memperdengarkan surat Qaaf kepada beliau, ternyata beliau menyukai bacaanku”.
                Zaid berkata, “apabila Nabi SAW, akan mengirim surat kepadaorang yahudi, maka orang yahudilah yang akan menulisnya. Suatu ketika Beliau bersabda, ‘Surat-surat yang dikirim dengan tulisan orang yahudi membuatku tidak tenang. Aku khawatir ia menulis yang bukan-bukan dan mengacaukannya. Sebaiknya kamu mempelajari bahasa yahudi. “’kata Zaid r.a.selanjutnya, “lalu aku belajar bahasa yahudi, yaitu bahasa ibrani, sampai sempurna selama lima belas hari. Akhirnya, jika Rasulullah  SAW akan berkirim surat kepada orang yahudi, akulah yang menulisnya. Jika datang surat dari orang yahudi, akulah yang membacakannya untuk Beliau. “Hadist lain menyebutkan dari Zaid r.a. bahwa Nabi SAW bersabda, “kadangkala aku terpaksa menyuruh orang lain menuliskan surat dalam bahasa Suryani”. Lalu aku disuruh oleh Beliau agar mempelajari bahasa Suryani. Aku dapat menguasai bahasa Suryani dalam masa 17 hari”. (Fathul-Bari).
(Sumber: Himpunan Fadhilah Amal- Maulana Muhammad Zakariyya)

Amanat

Allah is My Life
                Menghafalkan Al-Qur’an memberikan banyak manfaat termaksud meningkatkan kemampuan anak untuk menangkap suatu pengetahuan. Contohnya saja, Zaid bin Tsabit yang mampu menguasai bahasa asing hanya dalam hitungan hari. Pada saat ini banyak orang acuh akan manfaat menghalkan Al-Qur’an, padahal telah banyak penelitian ilmiah yang membuktikan kelebihan menghafalkan Al-Qur’an dan membaca Al-Qur'an. 
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar. 
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Al-Qur’an berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.